This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 28 Maret 2014
Kisah Nabi SULAIMAN AS
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah memberi
ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: 'Segala puji bagi
Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.' Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: 'Hai manusia, kami telah diberi
pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu, sesungguhnya
(semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata.'" (QS. an-Naml: 15-16)
"Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
" Beliau mewarisi Daud dalam sisi kenabian dan kekuasaan, bukan mewarisi
harta kerana para nabi tidak mewariskan. Sebab sepeninggal mereka, harta mereka
menjadi sedekah bagi orang-orang yang ada di sekitar mereka, yaitu orang-orang
fakir dan orang yang membutuhkan. Dan harta para nabi tidak dikhususkan bagi
kalangan keluarganya. Rasulullah saw bersabda: "Kami para nabi tidak
mewariskan." Sulaiman mewarisi kenabian dari Daud. Ini adalah hal yang
jelas. Allah s.w.t telah memilihnya sebagai Nabi dari Bani Israil. Begitu juga,
Allah s.w.t telah memberinya kekuasaan (kerajaan) sehingga ia menjadi pimpinan
Bani Israil. Barangkali sesuatu yang paling penting yang diwarisi oleh Sulaiman
dari Daud adalah tradisi militer. Kemajuan militer yang dahsyat ini telah
berpindah kepada Sulaiman. Daud sebenarnya adalah seorang penggembala kambing
yang miskin, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, ia menjadi komandan
pasukan yang tiada tandingannya. Perubahan keadaan ini adalah sebagai bentuk
ilham dari Allah s.w.t dan sebagai dukungan dari-Nya.
Daud mengetahui bahawa kekuatan yang hakiki
yang mengatur alam wujud adalah kekuatan Allah s.w.t. Ketika ia menghulurkan
tangannya dan memegang potongan batu lalu beliau melemparkannya melalui
katapelnya ke arah Jalut, maka ini sebagai bentuk demonstrasi kekuatan darinya.
Kehadiran Nabi Daud mengubah keadaan pasukan Bani Israil di mana mereka
sebelumnya lari jika berhadapan dengan musuh, maka kini keberadaan mereka mulai
diperhitungkan. Di masa hidupnya, Daud mengalami peperangan yang cukup banyak
namun Al-Quran tidak menceritakan secara terperinci hal itu. Al-Quran adalah
kitab dakwah di jalan Allah s.w.t, dan bukan kitab sejarah. Al-Quran hanya
mengatakan:
"Dan Kami kuatkan kerajaannya."
(QS. Shad: 20)
Ayat tersebut bererti bahawa Daud belum pernah
terkalahkan dalam peperangan yang diikutinya. Di samping dukungan yang Allah
s.w.t berikan kepada Daud, juga pasukannya dan rakyatnya di mana mereka adalah
orang-orang yang bertauhid dan menyerahkan diri kepada Allah s.w.t, Allah s.w.t
mengungkapkan kepada Daud hal-hal yang menjadikan pasukannya memiliki
keistimewaan yang dengannya mereka dapat mengalahkan pasukan-pasukan yang lain
yang ada di bumi saat itu.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Kami telah melunakkan besi
untuknya." (QS. Saba': 10)
Masalah baju besi yang dibuat untuk
orang-orang yang hendak berperang cukup mengganggu gerakan mereka. Anda bisa
bayangkan ketika ada dua orang yang berperang yang salah satunya dapat bergerak
dengan bebas, sementara yang lain tidak leluasa bergerak. Namun dengan kekuasaan
Allah s.w.t, Nabi Daud dapat melunakkan besi dan membuat darinya baju besi yang
ringan. Ini adalah kemajuan penting yang Allah s.w.t berikan kepada Daud dan
tenteranya. Kemajuan ini kini dimiliki oleh Sulaiman. Demikianlah Sulaiman
memiliki pasukan yang dahsyat yang melebihi pasukan mana pun di bumi saat itu.
Bahkan Allah s.w.t menambah kurnia-Nya kepada Sulaiman:
"Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan
dia berkata: 'Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung
dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu
kurnia yang nyata.'" (QS. an-Naml: 16)
Ketika kita membuka lembaran-lembaran
sejarah kehidupan Nabi Sulaiman yang diungkap oleh Al-Quran, maka kita akan
mengetahui bahawa kita berada di masa keemasan Bani Israil, yaitu masa Nabi
mereka dan penguasa mereka Sulaiman. Sulaiman tidak merasa puas dengan apa yang
telah diwarisinya dari Daud. Ambisinya mendorongnya untuk mendapatkan sesuatu
yang lebih besar.
Pada suatu hari ia menadah tangannya dan
berdoa kepada Allah s.w.t. Antara hati Nabi dan Allah s.w.t tidak ada
penghalang, jarak, atau waktu. Tak seorang pun dari para nabi yang berdoa
kepada Allah s.w.t kecuali doanya pasti terkabul. Kejernihan hati ketika
mencapai puncak tertentu, maka ia akan menggapai apa saja yang diinginkan di
jalan Allah s.w.t. Dalam doanya, Nabi Sulaiman berkata:
"Ia berkata: Ya Tuhanku, ampunilah aku
dan anugerahilah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seseorangpun
sesudahku." (QS. Shad: 35)
Sulaiman menginginkan dari Allah s.w.t
suatu kerajaan yang belum pernah diperoleh oleh siapa pun setelahnya. Allah
s.w.t mengabulkan doa hamba-Nya Sulaiman dan memberinya kerajaan tersebut.
Barangkali orang-orang yang hidup di saat ini bertanya-tanya mengapa Sulaiman
meminta kerajaan ini yang belum pernah dicicipi oleh seorang pun setelahnya?
Apakah Sulaiman - sesuai dengan bahasa kita saat ini - seorang lelaki yang gila
kekuasaan. Tentu kita tidak menemukan sedikit pun masalah yang demikian dalam
hati Sulaiman. Ambisi Sulaiman untuk mendapatkan kekuasaan atau kerajaan adalah
ambisi yang ada di dalam seorang nabi, dan tentu ambisi para nabi tidak
berkaitan kecuali dengan kebenaran. Ambisi tersebut adalah bertujuan untuk
memudahkan penyebaran dakwah di muka bumi. Sulaiman sama sekali tidak cinta kepada
kekuasaan dan ingin menunjukkan sikap kesombongan namun beliau ingin
mendapatkan kekuasaan untuk memerangi kelaliman yang menyebar di muka bumi.
Perhatikanlah kata-kata Sulaiman kepada Balqis ketika beliau berdialog
dengannya tentang singgahsananya dalam surah an-Naml:
"Dan ketika Balqis datang,
ditanyakanlah kepadanya: 'Serupa inikah singgahsanamu?' Dia menjawab:
'Seakan-akan singgahsana ini singgahsanaku, kami telah diberi pengetahuan
sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri." (QS. an-Naml:
42)
Demikianlah kata-kata Sulaiman yang
bijaksana. Menurut kami, itu adalah kata-kata yang membenarkan permintaannya
untuk memiliki kekuasaan dan kekuatan. Sulaiman telah mengerahkan semua
kemuliaan dan kekuasaannya dalam rangka menegakkan agama Allah s.w.t dan
menyebarkan Islam. Tidakkah ratu Saba' berkata pada akhir ceritanya bersama
Sulaiman:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Setelah Mukadimah pokok ini, marilah kita
membuka halaman-halaman cerita Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman mewarisi kekuasaan,
kenabian, dan hikmah (ilmu) dari Daud. Orang-orang menyebutnya: Sulaiman
al-Hakim (Sulaiman yang bijaksana). Kebijaksanaan Nabi Sulaiman tidak terbatas
pada keadilannya di tengah-tengah manusia dan kasih sayangnya kepada mereka
namun kebijakan Sulaiman juga berlaku di kalangan burung dan binatang lainnya.
Nabi Daud juga mengenal bahasa burung, tetapi Sulaiman dapat berbicara dengan bahasa
burung, bahkan ia dapat menjadikannya pembantunya. Ketika Nabi Daud bertasbih,
maka gunung- gunung dan burung-burung serta binatang-binatang buas pun ikut
bertasbih bersamanya bahkan angin pun berhenti untuk mendengarkan tasbih ini,
sedangkan Nabi Sulaiman, Allah s.w.t memberinya kurnia lebih dari itu di mana
binatang-binatang buas tunduk padanya, begitu juga angin dan burung.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah memberi
ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: 'Segala puji bagi
Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.' Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: 'Hai manusia, kami telah diberi
pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu, sesungguhnya
(semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata.'" (QS. an-Naml: 15-16)
Nabi Sulaiman mampu mendengar bisikan semut
yang berbicara dengan sesama mereka, bahkan ia mampu memerintahkan semut
tersebut sehingga semut itu taat kepada perintahnya. Pasukan Nabi Sulaiman
memiliki kekuatan yang sangat dahsyat di dunia. Belum pernah ada di dunia suatu
pasukan yang memiliki kekuatan seperti ini, Kekuatan Nabi Sulaiman berasal dari
beberapa kombinasi yang sangat mengagumkan sehingga kerananya ia tidak dapat
tertanding. Kekuatan itu terdiri dari manusia, jin, dan burung. Kita mengetahui
bahawa jin adalah makhluk Allah s.w.t dan manusia tidak mampu melihatnya atau
menghadirkannya atau meminta pertolongannya, sedangkan Sulaiman telah diberi
Allah s.w.t kemampuan untuk menundukkan jin dan memperkerjakan mereka sebagai
tentera di tengah-tengah peperangan, bahkan ia mampu menjadikan mereka sebagai
pekerja-pekerja kasar di kerajaannya saat tidak ada peperangan. Ketika ada
pasukan lain yang mencuba melawan pasukan ini, maka mustahil mereka akan
merasakan kemenangan. Bahkan pasukan Sulaiman juga diperkuat oleh pasukan
burung. Burung di pasukan Sulaiman memerankan tugas penting. Yaitu apa yang
kita kenal saat ini dengan istilah badan perisikan. Kita mengetahui bahawa
peranan informasi saat peperangan adalah hal yang sangat penting. Dari
informasi tersebut, pasukan dapat mengetahui keadaan musuhnya. Demikianlah
peranan burung pada pasukan Sulaiman. Ia terbang di tengah-tengah musuh
kemudian ia kembali kepada Sulaiman untuk menyampaikan berita tentang keadaan
musuhnya. Di samping jin dan burung, Allah s.w.t juga menundukkan angin untuk
Sulaiman. Nabi Sulaiman dapat memerintah angin dan ia mampu untuk menaiki angin
bersama tenteranya.
Sekarang, kita mengetahui bahawa ide adanya
pesawat terbang adalah berangkat dari usaha memanfaatkan udara di mana pesawat
tersebut dapat terbang di dalamnya meskipun ia lebih berat darinya. Namun sejak
dahulu Allah s.w.t memberikan kemampuan ini kepada Sulaiman di mana ia mampu
menundukkan angin dan menggunakannya demi kepentingannya. Oleh kerana itu,
pasukan Sulaiman juga terdiri dari pasukan udara pada saat di mana tak seorang
pun memimpikan untuk terbang di udara. Barangkali mukjizat ini yang Allah s.w.t
berikan kepada Sulaiman menjadi sebab kejayaan militernya sehingga pasukannya
tidak tertanding. Allah s.w.t berfirman:
"Dan dihimpunkan kepada Sulaiman
tenteranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka diatur dengan tertib
(dalam barisan)." (QS. an- Naml: 17)
"Kemudian Kami tundukkan kepada angin
yang berhembus dengan baik menurut kemana saja yang dikehendakinya, dan (Kami
tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam,
dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. Inilah anugerah Kami;, maka
berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan
tiada pertanggungan jawab. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat
pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik." (QS. Shad: 36-40)
Kita akan mengetahui bahawa Sulaiman akan
meninggalkan ide untuk menggunakan kuda di tengah-tengah pasukannya setelah ia
pada suatu hari dibuatnya lupa pada solat. Ketika Sulaiman meninggalkan kuda
dalam rangka mencapai redha Allah s.w.t, maka Dia menggantikannya dengan angin
yang bertiup sesuai dengan perintahnya ke mana pun ia pergi dan ke mana pun
tempat yang diinginkannya. Di samping senjata udara yang Allah s.w.t berikan
kepada Sulaiman, Allah s.w.t juga memberikan kemampuan yang tak seorang pun
dari para nabi mendapatkannya. Yaitu kemampuan untuk memerintah syaitan.
syaitan adalah salah satu bahagian dari jin. Ia adalah kelompok yang celaka
dari jin. Kelompok ini sebenarnya tidak mampu dikuasai oleh manusia, bahkan jin
yang soleh pun tidak dapat mengatur mereka. Adapun Sulaiman, Allah s.w.t telah
memberinya kekuasaan untuk menundukkan syaitan dan mempekerjakannya bahkan
mengikatnya dengan rantai serta menghukumnya jika ia menentang perintahnya.
syaitan membangun untuk Sulaiman istana dan
patung-patung dan alat- alat perang. Bahkan syaitan-syaitan itu menyelam di
dasar lautan untuk mengeluarkan permata dan yakut untuk Sulaiman. Jika ada di
antara syaitan yang menentang perintahnya, maka Nabi Sulaiman mengikatnya
dengan rantai. Ini semua menunjukkan kekayaan Sulaiman dan kekuasaannya di mana
ia mampu mengatur banyak makhluk di dunia. Tentu kemampuannya itu atas izin
atau kehendak dari Tuhannya sebagai mukjizat dari-Nya. Allah s.w.t berfirman:
"Dan sebahagian dari jin ada yang
bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa
yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya
azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa
yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku)." (QS. Saba': 12)
Nabi Sulaiman yang bijaksana adalah
penguasa yang tak tertanding di muka bumi. Meskipun memperoleh nikmat-nikmat
yang khusus dan agung ini yang Allah s.w.t berikan kepada Sulaiman, beliau
tetap menunjukkan sebagai manusia yang paling banyak berzikir kepada-Nya dan
manusia yang paling banyak bersyukur di zamannya.
Allah s.w.t berfirman tentang Sulaiman:
"(Sulaiman) sebaik-baik hamba.
Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 30)
Al-Aubah ialah kembali kepada Allah s.w.t
melalui solat, puasa, tasbih, menangis, istighfar, dan mengungkapkan rasa cinta
yang dalam. Hamba yang kembali adalah hamba yang menuju Allah s.w.t. Waktu
solat bagi Sulaiman adalah waktu yang sangat penting sehingga ketika datang
waktu itu, maka beliau tidak bisa disibukkan dengan hal yang lain. Pada suatu
hari, beliau nyaris kehilangan waktu solat. Tentu hal ini di luar kehendaknya.
Pada saat itu, beliau sibuk mengurus persoalan yang penting, yaitu menyiapkan
tentera untuk perang. Saat itu bertepatan dengan waktu Asar. Sulaiman masih
menyiapkan kuda tentera- tenteranya. Kuda pada waktu itu menjadi senjata yang
penting di tengah-tengah pasukannya. Sulaiman lewat di depan kuda dan
memeriksanya sehingga beliau nyaris kehilangan waktu solat Asar.
Sulaiman sujud kepada Allah s.w.t kemudian
ia solat. Ia meminta agar kuda itu dikembalikan kepadanya. Ketika kuda datang,
ia mengusap lehernya dan kakinya dengan tangannya lalu ia meminta ampun kepada
Allah s.w.t kerana ia sibuk menyiapkan pasukan untuk berjihad sehingga nyaris
kehilangan waktu solat. Sejak peristiwa itu, Sulaiman merasa tidak lagi
membutuhkan kuda di tengah-tengah pasukannya. Lalu Allah s.w.t menggantikannya
dengan angin yang mampu membawa tenteranya ke mana pun ia pergi. Allah s.w.t
berfirman:
"Dan Kami kurniakan kepada Daud,
Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada
Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di
waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. maka ia berkata:
'Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga
aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.' Bawalah
semua kuda itu kembali kepadaku.' Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu."
(QS. Shad: 30-33)
Sulaiman mengetahui penyakit kuda dan ia
mampu berbicara dengan bahasa kuda, bahkan kuda itu pun mentaati perintah Nabi
Sulaiman. Allah s.w.t juga memberikan kenikmatan lain atas Sulaiman Allah s.w.t
berfirman:
"Dan Kami alirkan cairan tembaga
baginya." (QS. Saba': 12)
Al-Kithir adalah tembaga yang dicairkan.
Sebagaimana Allah s.w.t memberikan nikmat atas ayahnya Daud di mana ia mampu
melunakkan besi dan Allah s.w.t mengajarinya bagaimana cara mencairkannya, maka
Sulaiman pun memanfaatkan tembaga yang cair itu untuk peperangan dan di saat
perdamaian. Pada saat peperangan beliau mencampur tembaga dengan besi dan
membuat darinya perunggu. Mereka menggunakan senjata-senjata perunggu dalam
peperangan, seperti pedang, baju besi dan pisau. Senjata-senjata ini adalah
senjata yang paling kuat di saat itu. Sedangkan di saat perdamaian, tembaga
digunakan untuk membuat bangunan, patung, dan sebagainya. Meskipun Nabi
Sulaiman mendapatkan nikmat yang besar ini dan kurnia yang khusus, Allah s.w.t
telah mengujinya dengan suatu ujian. Ujian akan selalu datang pada seorang
hamba. Ketika hamba itu mendapat kedudukan besar, maka ujiannya pun menjadi
besar. Allah s.w.t menguji Sulaiman dengan penyakit.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menguji
Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kerusinya sebagai tubuh
(yang lemah kerana sakit), kemudian ia bertaubat. Ia berkata: 'Ya Tuhanku,
ampunilah aku anugerahkanlah kerajaan yang tidak dimiliki oleh seseorang pun
sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. Kemudian Kami tundukkan
kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang ia
kehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli
bangunan dan penyelam. " (QS. Shad: 34-37)
Para ahli tafsir berbeza pendapat tentang
fitnah atau ujian yang dialami oleh Nabi Sulaiman. Barangkali riwayat yang
paling terkenal dalam hal ini adalah riwayat yang paling penuh dengan
kebohongan. Dikatakan bahawa Sulaiman bertekad untuk menggilir isteri-isterinya
yang berjumlah tujuh ratus pada satu malam saja untuk melakukan hubungan seks
dengan mereka, sehingga para wanita itu akan melahirkan seorang anak yang dapat
berperang di jalan Allah s.w.t. Sulaiman tidak mengatakan insya- Allah lalu ia
menggilir isteri-isterinya dan tidak ada seorang pun yang melahirkan kecuali
seorang wanita yang melahirkan anak yang buruk rupa.
Kisah tersebut berbeza atau kontradiksi
dari permulaannya dan akhirannya. Tentu kisah itu berasal dari cerita khurafat
yang direkayasa oleh orang-orang Yahudi atau termasuk dari israiliyat. Hakikat
ujian yang dialami Nabi Sulaiman adalah apa yang disebutkan oleh Fakhrur Razi:
"Sulaiman diuji dengan suatu penyakit yang keras di mana kedoktoran saat
itu tidak mampu mengatasinya. Sakitnya Sulaiman sangat keras sehingga para
doktor dari kalangan manusia dan jin pun tidak mampu menghilangkan penyakitnya.
Lalu burung-burung menghadirkan rumput- rumput yang dianggap sebagai ubat
tetapi Sulaiman pun belum juga sembuh. Semakin hari penyakit Sulaiman semakin
menjadi-jadi sehingga ketika Sulaiman duduk di atas kerusi ia duduk bagaikan
tubuh tanpa roh, seakan-akan ia mati kerana saking kerasnya penyakit yang
dideritanya. Sakit yang diderita oleh Sulaiman terus berlanjutan untuk beberapa
saat namun Sulaiman tidak henti-hentinya berzikir kepada Allah s.w.t dan
meminta kesembuhan kepada-Nya serta beristighfar kepada-Nya dan mengungkapkan
rasa cintanya kepada-Nya."
Selesailah ujian Allah s.w.t terhadap
hamba-Nya, Sulaiman. Beliau pun sembuh. Kini Sulaiman merasakan kembali
kesehatannya setelah ia mengetahui segala kejayaannya dan segala kekuasaannya
serta segala kebesarannya tidak lagi mampu menghilangkan penyakit yang
dideritanya kecuali jika Allah s.w.t menghendakinya. Inilah pendapat yang lebih
menenangkan hati kami. Pendapat tersebut sesuai dengan kemaksuman Sulaiman
sebagai Nabi yang bijaksana dan Nabi yang mulia:
"Dan sesungguhnya Kami telah menguji
Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kerusinya sebagai tubuh
(yang lemah kerana sakit)" (QS. Shad: 34)
Sakit yang diderita Sulaiman membuat
dirinya seperti jasad yang tak bernyawa. Kata jasad dalam bahasa Arab
diungkapkan atas sesuatu yang kehilangan kehidupan atau kesehatan. Sulaiman
berubah menjadi jasad kerana saking kerasnya penyakit yang dideritanya.
"Kemudian ia bertaubat." (QS.
Shad: 34)
Lalu Nabi Sulaiman kembali sehat. Ia
meminta pertolongan dengan rahmat Allah s.w.t lalu Allah s.w.t menyembuhkannya
dan merahmatinya. Nabi Sulaiman telah membangun masjid atau tempat beribadah
sehingga manusia menyembah Allah s.w.t di dalamnya. Rumah ini menunjukkan
keunggulan seni arkitektur dan seni pahat. Orang-orang yang membangun rumah ini
berjumlah puluhan ribu orang. Tentu setiap kelompok dari mereka memiliki
pekerjaan masing-masing. Di antara mereka ada yang mencairkan tambang; di
antara mereka ada tukang pahat; ada yang membelah batu; ada yang
memotong-motong kayu; ada yang mendatangkan rumput-rumput dari Lebanon; ada
yang melelehkan emas dan menjadikannya lempengan-lempengan yang mengkilat untuk
menutupi kayu dan menutupi dinding.
Bahkan golongan jin juga membantu
pembangunan rumah tersebut, tentu dengan perintah dan bimbingan Nabi Sulaiman.
Mereka membuat patung- patung yang besar dan membuat bejana yang besar untuk
tempat, makanan para tentera dan pekerja, yaitu bejana seperti gunung kerana
saking beratnya dan besarnya. Mereka juga membuat tempat-tempat minum yang
besarnya seperti kolam. Sulaiman mengawasi para pekerjanya dan juga mengurus
masyarakatnya di mana beliau mengenali masalah mereka dan berusaha memecahkannya.
Beliau juga mengawasi pasukannya dari kalangan binatang dan burung. Beliau
mengetahui apakah ada satu di antara mereka yang tidak hadir dan di mana ia
pergi serta mengapa ia pergi.
Nabi Sulaiman bukan hanya mengetahui
masalah tenteranya dari kalangan manusia dan tenteranya dari kalangan burung,
namun ia juga menunjukkan kasih sayangnya terhadap semut di mana beliau
mendengar bisikannya dan tidak suka untuk menginjaknya. Nabi Sulaiman selalu
menundukkan kepalanya ke bumi sebagai bentuk rasa rendah diri dan syukur kepada
Allah s.w.t. Pada suatu hari ia berjalan di depan tenteranya dan tiba-tiba ia
mendengar suara semut yang berkata kepada temannya dari kalangan semut:
"Hingga apabila mereka sampai di
lembah semut berkatalah seekor semut: 'Hai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu agar kamu tidak terinjak oleh Sulaiman dan tenteranya,
sedangkan mereka tidak menyedari';, maka dia tersenyum kerana (mendengar)
perkataan semut itu. Dan dia berdoa: 'Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap
mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ke dua
orang ibu dan bapakku dan untuk mengerjakan amal soleh yang Engkau redhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
soleh." (QS. an-Naml: 18-19)
Sulaiman mendengarkan pembicaraan semut itu
lalu beliau tersenyum kerana mendengar pembicaraannya. Apa yang dibayangkan
oleh semut kecil itu? Meskipun Sulaiman mendapatkan kekuasaan dan memiliki
tentera yang besar, namun beliau menunjukkan kasih sayang terhadap semut.
Beliau mendengar bisikannya dan melihat semut yang di depannya. Oleh kerana
itu, tak mungkin baginya untuk menginjaknya. Sulaiman bersyukur kepada Allah
s.w.t yang telah memberinya nikmat ini, yaitu nikmat rahmat dan nikmat kasih
sayang. Di samping itu, Sulaiman orang yang paling kaya di dunia di mana
istananya terbuat dari kayu gaharu yang memiliki bau yang harum dan istananya
terbuat dari emas dan terkadang dari kristal. Beliau juga memiliki kerusi besar
yang dibuat dari emas dan permata. Istana Sulaiman merupakan istana yang paling
besar di dunia. Sulaiman menggunakan pakaian dari emas dan permata. Meskipun
demikian, Sulaiman tetap menunjukkan sebagai hamba yang berserah diri dan
rendah diri kepada Allah s.w.t dan kepada manusia. Nabi Sulaiman yang
merendahkan dirinya di hadapan Allah s.w.t dan ia selalu sujud pada Allah s.w.t
sebagaimana ayahnya yang selalu bertasbih kepada Allah s.w.t. Sulaiman selalu
melantunkan lagu-lagu cinta Ilahi dan hanya memuji Allah s.w.t.
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengeluarkan
perintahnya kepada pasukannya untuk bersiap-siap. Sulaiman keluar memeriksa
pasukannya. Satu demi satu pasukannya ditelitinya. Kelompok yang pertama adalah
kelompok manusia. Sulaiman memperhatikan kesiapan mereka, lalu Sulaiman
mengeluarkan perintah-perintahnya. Kemudian Sulaiman memeriksa kelompok jin dan
menyampaikan perintah-perintahnya kepada mereka. Beliau memenjarakan jin yang
tampak bermalas-malas saat bekerja. Lalu ia memeriksa binatang dan berkata
kepada mereka, apakah mereka sudah, makan dengan baik dan tidur dengan nyenyak,
apakah ada yang mengadu kepadanya, misalnya kerana penyediaan, makanan tidak
layak, apakah di sana ada yang sakit, dan sebagainya. Ketika Sulaiman merasa
puas dengan semuanya, Sulaiman memasuki tenda tempat berkumpulnya burung. Belum
lama Sulaiman memasuki tenda tersebut dan mengamat-amati keadaan di sekitarnya
sehingga ia mengetahui burung yang tidak hadir yaitu Hud-hud:
"Dan dia memeriksa burung-burung lalu
berkata: 'Mengapa aku tidak melihat
hud-hud." (QS. an-Naml: 20)
Burung-burung yang lain tampak terdiam
sebagai penghormatan dan akan mendengarkan apa yang akan dikatakan pemimpin
mereka Sulaiman. Beliau mengarahkan pandangannya pada semua burung dan tidak
menemukan Hud-hud di antara mereka. Tak seekor burung pun yang mengetahui
keberadaannya. Sulaiman mulai menampakkan kemarahannya:
"Apakah dia termasuk yang tidak
hadir?" (QS. an-Naml: 20)
Tiba-tiba seekor burung kecil memberanikan
diri untuk berkata kepada Sulaiman: "Wahai Nabi yang mulia, seharusnya
hud-hud ada bersamaku kelmarin untuk melaksanakan tugas penyelidikan. Ia adalah
pemimpin misi itu namun hud-hud belum datang. Oleh kerana itu, aku tidak pergi
bersamanya." Burung itu tampak gementar ketakutan. Sulaiman mengetahui
bahawa hud-hud tidak hadir, dan tak seorang pun mengetahui kepergiannya.
Hud-hud pergi tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada Sulaiman dan tidak
memberitahu di mana keberadaannya. Dalam keadaan marah, Sulaiman berkata:
"Sungguh aku benar-benar akan
mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali
jika ia benar-benar datang kepadaku dengan alasan yang jelas." (QS.
an-Naml: 21)
Kawanan burung mengetahui bahawa Sulaiman
sedang marah dan telah menetapkan untuk menyeksa hud-hud atau menyembelihnya
atau justru memaafkannya dengan syarat, ia datang dengan membawa alasan yang
dapat menyelamatkannya. Atau dengan kata lain, hud-hud dapat memastikan bahawa
ia melaksanakan tugas yang penting. Sulaiman menunjukkan kemarahan yang besar
sehingga siapa pun akan merasa takut. Ketika Sulaiman marah - meskipun beliau
terkenal dengan kasih sayangnya - maka kemarahannya kerana membela kebenaran,
kemudian beliau dapat melaksanakan ancamannya dengan cara yang mudah. Seekor
burung tampak gementar ketakutan melihat kemarahan Sulaiman, lalu beliau
menghulurkan tangannya ke burung itu dan memegang-megang kepalanya sehingga
burung itu pun merasa tenang dan rasa takutnya hilang.
Sulaiman pergi dari tenda burung itu dan
menuju istananya. Sulaiman masih memikirkan keadaan hud-hud. Seharusnya hud-hud
menjadi bahagian penting dari badan perisikan. Apakah ia pergi untuk menyingkap
sesuatu, atau apakah ia pergi hanya untuk bermain-main? Sulaiman telah
memperhatikan dan mengetahui bahawa hud-hud adalah seekor burung yang cerdik
dan juga fasih berbicara. Terkadang Sulaiman mendapati hud-hud sedang
bermain-main dan menunda pekerjaannya. Sulaiman melihatnya dan hud-hud memakami
bahawa ini tidak benar. Sebab, ia tidak boleh mencampur adukkan antara waktu
serius dan waktu bermain.
Akhirnya, tidak lama setelah kepergiannya,
hud-hud tiba di tenda burung. Burung-burung yang lain berkata kepadanya:
"Pergilah engkau ke tempat tuan kita Sulaiman. Jika ia mengetahui bahawa
engkau telah sampai, maka jiwamu benar-benar terancam." Hud-hud terbang
dan menemui Sulaiman. Pada waktu itu beliau sedang duduk sambil, makan. Hud-hud
berdiri dan telah menetapkan untuk memulai pembicaraan dengan Sulaiman sebelum
beliau bertanya kepadanya ke mana dia pergi. Ini sebagai bukti bahawa ia
melaksanakan tugas penting. Hud-hud berkata:
"Maka tidak lama kemudian (datanglah
hud-hud), lalu ia berkata: Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum
mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba' suatu berita penting yang
diyakini." (QS. an-Naml: 22)
Aku adalah hud-hud yang miskin, tetapi aku
mengetahui apa yang tidak engkau ketahui, dan aku telah datang kepadamu dari
kerajaan Saba' dengan membawa berita yang sangat penting. Sulaiman tampak
terdiam dan menunggu hud-hud menyelesaikan pembicaraannya:
"Sesungguhnya aku menjumpai seorang
wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgahsana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah
matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah
perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga
mereka tidak dapat petunjuk." (QS. an-Naml: 23-24)
Hud-hud diam sejenak dan Sulaiman merasa
bahawa hud-hud menunjukkan kefasihan lisannya dan berbicara dengan baik
kepadanya. Hud-hud mengemukakan perkataan yang sering disampaikan Sulaiman
kepada manusia dan burung:
"Agar mereka tidak menyembah Allah
Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui
apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan (yang
berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan yang mempunyai Arasy yang besar." (QS.
an-Naml: 25-26)
Jelas sekali bahawa hud-hud mengulangi
perkataan pemimpin kita Sulaiman, sebagai usaha terakhir untuk memperoleh kasih
sayang Sulaiman dan agar beliau puas dengan penjelasannya itu. Sulaiman berkata
sambil menunjukkan senyuman manis di wajahnya:
"Akan kami lihat, apa kamu benar,
ataukah kamu termasuk orang- orang yang berdusta." (QS. an-Naml: 27)
Hud-hud ingin mengatakan, aku tidak bohong
wahai Nabi yang mulia namun diamnya Sulaiman membuatnya takut, sehingga ia pun
terdiam. Sulaiman terdiam kerana berfikir, lalu ia memutuskan sesuatu. Setelah
itu, beliau mengangkat kepalanya dan meminta secarik kertas dan pena. Sulaiman
segera menulis surat singkat dan menyerahkannya kepada hud- hud serta
memerintahkannya:
"Pergilah dengan (membawa) suratku
ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu
perhatikanlah apa yang mereka bicarakan." (QS. an-Naml: 28)
Al-Quran al-Karim hanya menceritakan dalam
surah an-Naml bagaimana perginya hud-hud dan bagaimana ia menyerahkan surat
itu. Lalu, Al- Quran langsung menyebut keadaan kerajaan Balqis yang saat itu ia
sedang membaca surat tersebut di depan para pembesar kerajaannya dan para
menterinya:
"Berkata ia (Balqis): 'Hai
pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang
mulia. Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: 'Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. bahawa janganlah
kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang
yang berserah diri.'" (QS. an-Naml: 29- 31)
Dalam surat Sulaiman itu disebutkan,
hendaklah mereka menyerahkan diri dan tunduk kepada perintahnya. Sulaiman
memerintahkan agar mereka meninggalkan penyembahan terhadap matahari. Sulaiman
tidak mempersoalkan akidah mereka dan tidak memuaskan mereka dengan apa pun.
Sulaiman hanya memerintahkan bahawa ia berada di atas kebenaran. Bukankah ia
didukung kekuatan yang berlandaskan keyakinan yang dimilikinya Sulaiman hanya
memerintahkan mereka agar tunduk dan patuh kepadanya. Ratu Saba' menyampaikan
surat tersebut di tengah- tengah kaumnya:
"Berkata dia (Balqis): 'Hai putera
para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah
memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majlis(ku).'" (QS.
an- Naml: 32)
Sementara itu, reaksi para pembesar istana
adalah menentang surat tersebut. Isi surat itu membangkitkan kecongkakan kaum
Saba' di mana mereka merasa lebih kuat. Mereka mengetahui bahawa di sana ada
orang yang mencuba menentang mereka dan mengisyaratkan peperangan kepada
mereka, lalu ia meminta kepada mereka untuk memenuhi syarat- syaratnya sebelum
terjadinya peperangan dan kekalahan:
"Mereka menjawab: 'Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat
(dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu;, maka pertimbangkanlah
apa yang akan kamu perintahkan." (QS. an-Naml: 33)
Para pembesar kaumnya ingin berkata, kita
siap untuk melaksanakan peperangan. Tampaknya ratu itu memiliki kebijakan yang
lebih baik daripada pembesar kaumnya. Surat Sulaiman itu membuatnya berfikir
lebih jernih dan lebih hati-hati. Ia berusaha seboleh mungkin menghindari
peperangan. Ratu itu berfikir dalam tempo yang lama. Nama Sulaiman tidak
diketahuinya dan ia pun belum pernah mendengarnya. Oleh kerana itu, ratu tidak
mengetahui kekuatannya. Boleh jadi Sulaiman memiliki kekuatan yang dahsyat
sehingga ia mampu memerangi kekuasaannya dan mengalahkannya. Kemudian ratu
memperhatikan apa yang ada di sekelilinginya. Ia melihat kemajuan masyarakatnya
dan kekayaannya. Barangkali ia mengira bahawa Sulaiman iri terhadap kemajuan
dan kekayaan ini sehingga Sulaiman ingin menyerangnya. Setelah mempertimbangkan
isi surat Sulaiman dengan cermat, ratu Saba' memilih untuk tidak bersikap
ceroboh. Ratu lebih suka untuk menggunakan bahasa kelembutan. Ia mengirim
kepada Sulaiman suatu hadiah yang besar. Ratu mengira bahawa Sulaiman seorang
yang ambisius yang boleh jadi ia telah mendengar tentang kekayaan kerajaannya.
Para utusan pergi dengan membawa hadiah
dari ratu Saba'. Ratu berharap agar mereka dapat memasuki kerajaan Sulaiman dan
akan mengetahui kondisi kerajaannya. Saat mereka pulang, ratu ingin mendengar
secara langsung dari mereka tentang keadaan kaum Sulaiman dan pasukannya.
Setelah mendapatkan informasi yang cukup, maka si ratu dapat membuat sesuatu
keputusan yang tepat. Ratu menyembunyikan apa yang terlintas dalam dirinya lalu
ia berbicara kepada pembesar istananya bahawa ia dapat menyingkap niat jahat
raja Sulaiman melalui cara mengirim hadiah kepadanya. Ratu lebih memilih cara
tersebut dan menunggu reaksi Sulaiman. Ratu berhasil memuaskan para pembesar
istananya, dan untuk sementara ia menghilangkan ide berperang, kerana para raja
jika menyerang suatu desa, maka pemimpin desa tersebut adalah orang yang paling
banyak mendapatkan kehinaan dan cercaan. Akhirnya, para pembesar kaumnya merasa
puasa dengan fikirannya itu. Allah s.w.t berfirman:
"Dia berkata: 'Sesungguhnya raja-raja
apabila memasuki suatu negeri, nescaya mereka membinasakannya, dan menjadikan
penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka
perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu.'" (QS. an-Naml: 34- 35)
Kemudian sampailah hadiah ratu Balqis ke
Nabi Sulaiman. Para badan perisikannya memberitahunya bahawa para utusan Balqis
datang dengan membawa hadiah. Sulaiman langsung mengetahui bahawa ratu itu
sengaja mengirim orang-orangnya untuk mengetahui atau mendapatkan informasi
tentang kekuatannya, lalu setelah itu, ia mengambil keputusan atau sikapnya
kepada Sulaiman. Sulaiman segera memanggil semua pasukannya untuk berkumpul.
Utusan Balqis segera memasuki istana
Sulaiman yang dipenuhi dengan pasukan besar yang bersenjata. Tiba-tiba, utusan
Balqis tampak tercengang ketika melihat kekayaan mereka dan harta mereka tidak
ada apa-apanya dibandingkan dengan kerajaan Sulaiman. Hadiah mereka tampak
tidak bererti. Emas yang mereka bawa tampak tidak bererti saat mereka memasuki
istana Sulaiman yang terbuat dari kayu-kayu pohon gaharu yang mengeluarkan bau
yang harum serta dihiasi dengan emas. Para utusan Balqis berdiri bersama
Sulaiman dan menyaksikan bagaimana Sulaiman mengendalikan pasukannya. Kemudian
mereka mulai berfikir tentang kekuatan dan kualiti pasukan Sulaiman. Betapa
terkejutnya mereka ketika melihat di tengah-tengah pasukan itu terdapat singa,
burung dan tentera dari kalangan manusia yang mampu terbang. Mereka pun sadar
bahawa mereka di hadapan pasukan yang tiada taranya.
Selesailah demonstrasi pasukan Sulaiman.
Kemudian para utusan ratu dipersilakan maju ke tempat hidangan, makan. Para
utusan itu sangat terkejut ketika melihat berbagai macam, makanan dari penjuru
bumi ada di depannya, dan di antara, makanan itu pun terdapat, makanan yang
biasa di temukan di negeri mereka, tetapi mereka melihat bahawa, makanan itu
memiliki rasa yang istimewa. Selain itu, piring-piring yang ada di depan mereka
dan dijadikan tempat, makanan terbuat dari emas dan mereka dilayani oleh
laki-laki yang berhias dengan emas, ratu mereka pun tidak mengenakan hiasan
itu. Di meja, makan itu terdapat burung, ikan laut dan berbagai macam daging
yang mereka tidak mampu lagi membezakannya. Sulaiman tidak, makan bersama
mereka tetapi beliau, makan dengan menggunakan piring yang terbuat dari kayu.
Beliau memakan roti yang kering yang dicampur dengan minyak. Inilah, makanan
yang dipilihnya.
Sulaiman, makan bersama mereka dalam
keadaan diam. Mereka merasa bahawa kehadiran Sulaiman menciptakan suatu
kewibawaan yang luar biasa. Selesailah jamuan, makan itu, lalu dengan sangat
malu, mereka menyerahkan hadiah ratu Balqis kepada Sulaiman. Hadiah itu berupa
emas. Bagi mereka, hadiah itu sangat bernilai tetapi di sini hadiah ini tampak
kecil di hadapan kekayaan yang sangat mengagumkan. Sulaiman memperhatikan
hadiah ratu itu dan berkata:
"Maka tatkala utusan itu sampai kepada
Sulaiman, Sulaiman berkata: 'Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta?,
maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang
diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. (QS. an-
Naml: 36)
Raja Sulaiman menyingkap - dengan
kata-katanya yang singkat itu - penolakannya terhadap hadiah mereka. Ia
memberitahu utusan itu bahawa ia tidak menerima hadiah tersebut. Ia tidak
merasa puas dengan hadiah itu. Yang membuatnya puas hanya: "Janganlah
kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang
yang berserah diri. "
Lalu Sulaiman kembali berkata dengan pelan:
"Kembalilah kepada mereka. Sungguh
kami akan mendatangi mereka dengan bala tentera yang mereka tidak kuasa
melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba') dengan
terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina." (QS. an-
Naml: 37)
Sulaiman meninggalkan para utusan ratu itu
setelah terlebih dahulu mengancam mereka. Para utusan itu mengharap agar
Sulaiman mau menunggu kunjungan ratu Balqis sendiri yang akan membawa misi
perdamaian. Akhirnya, sampailah para utusan Balqis ke Saba' mereka segera
menuju istana ratu. Mereka memberitahu bahawa negeri mereka ada di hujung
tanduk. Mereka menceritakan kepada ratu kekuatan Sulaiman, dan tidak mungkin
bagi mereka mampu melawannya. Mereka meyakinkan Balqis bahawa ia harus
mengunjunginya dan melihat sendiri. Kemudian ratu menyiapkan dirinya untuk
pergi menuju kerajaan Sulaiman. Sulaiman duduk di kerusi kerajaan di
tengah-tengah para pembesarnya dan para menterinya serta para komandan pasukan.
Beliau berfikir tentang Balqis. Sulaiman mengetahui bahawa Balqis menuju
tempatnya. Balqis dikelilingi rasa takut. Sulaiman berfikir sejenak tentang
bagaimana matahari disembah. Ia memikirkan bagaimana informasi yang diterima
badan perisikannya tentang kemajuan kerajaan Balqis dalam bidang kesenian dan
ilmu pengetahuan. Sulaiman bertanya kepada dirinya sendiri, apakah kemajuan
menjadi penghalang untuk mengetahui kebenaran, apakah ratu itu gembira dengan
kekuatan yang dicapainya dan ia membayangkan bahawa kekuatan adalah?
Dengan kemajuan yang dimilikinya, Sulaiman
ingin membuat kejutan agar ratu mengetahui bahawa Islam yang diyakini oleh
Sulaiman adalah satu-satunya yang mampu mendatangkan kemajuan dan kekuatan yang
hakiki, sehingga ia dapat membandingkan antara keyakinannya dalam menyembah
matahari berserta kemajuan yang dicapainya dan keyakinan Sulaiman juga berserta
kemajuan yang diraihnya.
Para perisik Sulaiman telah memberitahunya
bahawa hal yang sangat disegani dan dikagumi oleh kaum Balqis adalah kerajaan
Saba', yaitu singgahsana ratu Balqis. Singgahsana itu terbuat dari emas dan
batu mulia; singgahsana tersebut dijaga oleh para penjaga yang sangat disiplin
di mana mereka tidak pernah lalai sedikit pun. Oleh kerana itu, sangat tepat
bila Sulaiman menghadirkan singgahsana di sini, di kerajaannya sehingga ketika
ratu tiba, maka ia dapat duduk di atasnya. Sulaiman ingin membuat kejutan
kepadanya dan menunjukkan bahawa kemampuannya tersebut yang berlandaskan pada
keislamannya. Sulaiman melakukan yang demikian itu dengan harapan agar si ratu
tunduk kepadanya. Ide ini terlintas dalam diri Sulaiman, lalu ia mengangkat
kepalanya dan menoleh kepada anak buahnya:
"Berkata Sulaiman: 'Hai
pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgahsananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri.'" (QS. an-Naml: 38)
Perhatikanlah ungkapan fikiran Nabi
Sulaiman tersebut. Semua pemikirannya berkisar tentang keislaman, para
penyembah matahari; tentang bagaimana beliau dapat memberikan petunjuk kepada
mereka di jalan Allah s.w.t. Yang pertama menjawab pertanyaan Sulaiman itu
adalah Ifrit dari kalangan jin yang Allah s.w.t telah menundukkan mereka kepada
Sulaiman:
"Berkata Ifrit (yang cerdik) dari
golongan jin: 'Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgahsana itu kepadamu
sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya.'" (QS. an-Naml: 39)
Sulaiman berdiri dari tempat duduknya
setelah satu jam atau dua jam, namun jin itu berjanji kepadanya untuk
menghadirkan singgahsana Balqis sebelum itu. Istana Sulaiman di Palestina
sedangkan istana Balqis terletak di Yaman. Jarak antara singgahsana tersebut
dan singgahsana Sulaiman lebih dari ribuan juta. Barangkali pesawat yang cepat
sekali pun yang kita kenal hari ini tidak akan mampu membawa dan mendatangkan
istana itu dalam waktu satu jam. Tetapi masalahnya di sini berhubungan dengan
kekuatan jin yang misteri.
Sulaiman tidak mengomentari sedikit pun
terhadap apa yang dikatakan oleh Ifrit dari kalangan jin. Tampak ia menunggu
tanggapan lain yang mampu menghadirkan singgahsana Balqis yang lebih cepat dari
itu. Sulaiman menoleh kepada seseorang di sana yang duduk di atas naungan:
"Berkatalah seorang yang mempunyai
ilmu dari al-Kitab: 'Aku akan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip.', maka tatkala Sulaiman melihat singgahsana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata: 'Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencuba aku,
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat- Nya). Dan barang siapa yang
bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) diriku sendiri dan
barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia." (QS. an-Naml: 40)
Belum lama seseorang yang mempunyai ilmu
dari al-Kitab menyatakan kalimatnya sehingga singgahsana itu bercokol di depan
Sulaiman. Ia mampu menghadirkan singgahsana itu lebih cepat atau lebih sedikit
dari kedipan mata ketika mata itu tertutup dan terbuka. Al-Quran al-Karim tidak
menyingkap keperibadian seseorang yang menghadirkan singgahsana itu. Al-Quran
hanya menggaris bahawa orang itu mempunyai ilmu dari al-Kitab. Al-Quran tidak
menjelaskan kepada kita, apakah ia seorang malaikat atau manusia atau jin.
Begitu juga Al-Quran al-Karim sepertinya menyembunyikan kitab yang dimaksud di
mana darinya orang tersebut mempunyai kemampuan yang luar biasa ini. Al-Quran
sengaja tidak menyingkap hakikat kitab yang dimaksud.
Kita sekarang berhadapan dengan mukjizat
yang besar yang terjadi dan dilakukan seseorang yang duduk di tempat Sulaiman.
Yang jelas, Allah s.w.t menunjukkan mukjizat-Nya, adapun rahsia di balik
mukjizat ini, maka tak seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah s.w.t.
Demikianlah, konteks Al-Quran menyebutkan kisah tersebut untuk menjelaskan
kemampuan Nabi Sulaiman yang luar biasa, yaitu kemampuan yang menegaskan adanya
seseorang alim ini di majlisnya. Termasuk tindakan fudhul (sok mau tahu) jika
orang bertanya siapa yang memiliki ilmu dari al-Kitab ini: apakah Jibril atau
Ashif bin Barkhiya atau makhluk yang lain. Juga termasuk fudhul jika kita
bertanya tentang al- Kitab ini: apakah orang yang mengetahui isinya menggunakan
ismullah al- A 'dzham (nama Allah s.w.t yang agung) untuk menghadirkan
singgahsana.
Semua pembahasan seputar masalah ini
dianggap fudhul. Betapa tidak, Al-Quran sendiri tidak menerangkan hal itu
sehingga rasa-rasanya kita tidak perlu membahas terlalu jauh. Singgahsana itu
tampak di depan Sulaiman. Perhatikanlah tindakan Nabi Sulaiman setelah adanya
mukjizat ini. Beliau tidak merasa kagum terhadap kemampuannya yang luar biasa;
beliau tidak tercengang dengan kekuatannya; beliau mengembalikan keutamaan
tersebut kepada Penguasa para penguasa (Allah s.w.t) dan bersyukur kepada-Nya
yang telah mengujinya dengan kekuasaan ini agar ia dapat membuktikan apakah ia
bersyukur atau mengingkari. Setelah Sulaiman bersyukur kepada Penciptanya, ia
mulai memperhatikan singgasana si ratu. Singgasana tersebut merupakan simbol
pembangunan dan kemajuan tetapi tampaknya ia hanya sesuatu yang biasa
dibandingkan dengan kekuasaan dan kebesaran ciptaan yang dibikin oleh manusia
dan jin di kalangan istana Sulaiman. Sulaiman memikirkan dalam tempo yang lama
singgasana Balqis kemudian beliau memerintahkan agar singgasana itu diperbaiki
sehingga saat Balqis datang Sulaiman dapat mengujinya, apakah Balqis dapat
mengenali singgahsananya atau tidak:
Dia berkata: 'Ubahlah baginya
singgahsananya;, maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia
termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya.'" (QS. an-Naml: 41)
Sulaiman memerintahkan agar dibangun istana
yang akan digunakan untuk menyambut Balqis. Sulaiman memilih tempat di laut dan
ia memerintahkan agar dibangun suatu istana di mana sebahagian besarnya terdiri
dari air laut. Sulaiman memerintahkan agar tanah-tanah itu terbuat dari kaca
yang tebal dan kuat sehingga orang yang berjalan di atas istana itu akan
membayangkan bahawa di bawahnya ada ikan-ikan yang berwarna dan berenang dan ia
melihat rumput-rumput laut yang bergerak.
Akhirnya, selesailah pembangunan istana
itu, dan saking bersihnya kaca yang terbuat darinya tanah kamarnya sehingga tampak
di sana tidak ada kaca. Hud-hud memberitahu Sulaiman bahawa Balqis telah sampai
di dekat kerajaannya. Kemudian Balqis datang. Al-Quran tidak menyebutkan
keadaan Sulaiman saat menyambut Balqis, namun Al-Quran justru menunjukkan dua
sikap Balqis: pertama, bagaimana sikap Balqis ketika pertama kali melihat
singgahsananya yang datang mendahuluinya, padahal ia telah meninggalkan
pengawalnya untuk tetap setia menjaga singgasana itu; kedua keadaannya di depan
tanah istana yang penuh dengan permata yang berenang di bawahnya ikan-ikan:
"Dan ketika Balqis datang,
ditanyakanlah kepadanya: 'Serupa inikah singgahsanamu?' Dia menjawab:
'Seakan-akan singgasana ini singgahsanaku, kami telah diberi pengetahuan
sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.'" (QS. an-Naml:
42)
Ayat tersebut menggambarkan kondisi dialog
antara Sulaiman dan Balqis. Balqis melihat singgahsananya dan ia tercengang
saat mengetahui bahawa itu adalah singgahsananya, namun ia kemudian mulai ragu
kerana melihat tidak sepenuhnya itu singgahsananya. Jika itu benar-benar
singgahsananya, lalu bagaimana ia datang mendahuluinya dan bila bukan
singgahsananya, maka bagaimana Sulaiman dapat meniru se persis dan se teliti
ini. Sulaiman berkata saat melihat Balqis mengamati singgahsananya: "Apakah
ini singgahsanamu?" Setelah mengalami kebingungan sesaat Balqis menjawab:
"Sepertinya benar." Sulaiman berkata: "Kami telah diberi ilmu
sebelumnya dan kami sebagai orang- orang Muslim."
Melalui penyataannya itu, Sulaiman ingin
mengisyaratkan kepada Balqis agar ia membandingkan antara keyakinannya berserta
ilmu yang dicapainya dan keyakinan Sulaiman yang Muslim berserta pengetahuan
yang diraihnya. Penyembahan terhadap matahari dan pencapaian ilmu yang dicapai
oleh Balqis tampak tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Sulaiman dan
keislamannya. Sulaiman telah mendahuluinya dalam bidang ilmu kerana
keislamannya. kerana itu, sangat mudah baginya untuk mengungguli Balqis dalam
ilmu-ilmu yang lain.
Demikianlah yang diisyaratkan pernyataan
Sulaiman kepada Balqis. Ratu Saba' itu mengetahui bahawa ini adalah
singgahsananya di mana singgasana itu datang lebih dahulu daripada dirinya.
Beberapa bahagian dirinya telah diubah. Saat Balqis masih berjalan menuju
tempat Sulaiman, ia berfikir: kemampuan apa yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman?
Balqis tercengang melihat apa yang disaksikannya yang merupakan buah dari
keimanan Sulaiman dan hubungannya dengan Allah s.w.t. Sebagaimana Balqis
tercengang ketika melihat kemajuannya dalam bidang pembangunan seni dan ilmu,
maka ia lebih kagum lagi saat melihat hubungan yang kuat antara keislaman
Sulaiman dan ilmunya serta kemajuannya:
"Dan apa yang disembahnya selama ini
selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya) kerana sesungguhnya
dia terdahulu termasuk orang-orang yang kafir." (QS. an-Naml: 43)
Bergoncanglah dalam benak Balqis ribuan
hal. Ia melihat keyakinan kaumnya runtuh di hadapan Sulaiman; ia menyedari
matahari yang disembahnya merupakan ciptaan Allah s.w.t di mana Dia
menggerakkannya untuk hamba-hamba-Nya. Lalu terbitlah matahari kebenaran pada
dirinya. Hatinya diterangi oleh cahaya baru yang tidak akan tenggelam seperti
tenggelamnya matahari. Masa keislamannya hanya menunggu waktu. Balqis memilih
waktu yang tepat untuk mengumumkan keislamannya. Allah s.w.t berfirman:
"Dikatakan kepadanya: 'Masuklah ke
dalam istana.', maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air
yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
'Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca.' Berkatalah
Balqis: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.'"
(QS. an-Naml: 44)
Dikatakan kepada Balqis masuklah ke dalam
istana. Ketika ia masuk, maka ia tidak menyaksikan adanya kaca tetapi ia
melihat air sehingga ia mengira akan bersinggungan dengan air laut lalu ia
menyingkap sedikit bajunya agar bajunya tidak basah. Sulaiman mengingatkannya -
tanpa melihat - agar ia tidak khuatir terhadap pakaiannya kerana pakaiannya
tidak akan basah, sebab di sana tidak ada air. Ia sekadar kaca yang halus yang
saking halusnya hingga ia tidak tampak. Pada kesempatan itulah Balqis
mengumumkan keislamannya. Ia mengakui kelaliman dirinya dan ia menyatakan
penyerahan diri kepada Sulaiman dan kepada Allah s.w.t Tuhan alam semesta. Lalu
kaumnya pun mengikutinya dan mereka memeluk Islam. Balqis menyedari ia
berhadapan dengan penguasa yang terbesar di bumi dan salah satu Nabi Allah
s.w.t yang mulia. Untuk pertama kalinya wajah Sulaiman tampak dihiasi dengan
senyuman yang menunjukkan kepuasannya sejak Balqis mengunjunginya. Demikianlah,
Sulaiman mewujudkan kejayaannya yang hakiki dan menyebarkan cahaya Islam di
muka bumi.
Al-Quran tidak menyebutkan kisah Balqis
setelah keislamannya. Para ahli tafsir mengatakan bahawa ia menikah dengan
Sulaiman. Selain itu, ada yang mengatakan bahawa ia menikah dengan salah satu
orang dekat Sulaiman. Ada juga yang mengatakan bahawa sebahagian raja Habsyah
adalah keturunan dari buah perkahwinan ini. Kami tidak sependapat dengan semua
itu kerana Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan semua perincian tersebut. Oleh
kerana itu, kami tidak merasa penting untuk menyelami sesuatu yang tidak
diketahui oleh seseorang pun.
Sulaiman hidup di tengah-tengah kejayaan
dan kemuliaan di muka bumi, kemudian Allah s.w.t menetapkan kematian baginya.
Sebagaimana kehidupan Sulaiman berada di puncak kemuliaan dan kejayaan yang
penuh dengan keajaiban yang luar biasa, maka kematiannya pun merupakan
tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t yang penuh dengan keajaiban. Demikianlah
bahawa kematiannya sesuai dengan kehidupannya, sesuai dengan kejayaannya. Allah
s.w.t berfirman tentang kematian Sulaiman:
"Maka tatkala Kami telah menetapkan
kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu
kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur,
tahulah jin bahawa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka
tidak akan tetap dalam seksa yang menghinakan. " (QS. Saba': 14)
Kemampuan Nabi Sulaiman untuk menundukkan
jin dan memperkerjakan mereka serta hubungan mereka dengannya, semua ini
menimbulkan fitnah di tengah-tengah manusia dalam hal tertentu, dan kematian
Sulaiman merupakan batasan (jawapan) terhadap fitnah ini. Kami tidak mengetahui
siapa yang mengklaim bahawa jin mengetahui hal yang ghaib, apakah itu syaitan
yang terkutuk atau jin yang bodoh atau manusia yang tertipu. Kami tidak
mengetahui siapa yang bertanggungjawab terhadap tersebarnya isu yang keliru
ini. Yang kita ketahui adalah, bahawa hal tersebut tersebar dan mempengaruhi
sebahagian manusia dan jin. Barangkali manusia berkata kepada diri mereka:
Selama jin melakukan perbuatan yang luar biasa ini, maka apa gerangan yang
menjadikan mereka tidak mengetahui hal yang ghaib itu.
Manusia itu lupa bahawa kunci keghaiban
berada di tangan Allah s.w.t. Masalah ilmu ghaib tidak akan mampu dikuasai oleh
jin, manusia, para nabi, dan semua makhluk. Hanya Dia yang mengetahuinya. Allah
s.w.t telah merencanakan bahawa kematian Sulaiman pun bertujuan untuk
menghancurkan pemikiran ini, yaitu pemikiran bahawa jin mengetahui hal yang
ghaib. Jin bekerja untuk Nabi Sulaiman selama beliau hidup, dan tatkala beliau
meninggal, maka tugas mereka menjadi bebas. Nabi Sulaiman meninggal tanpa
diketahui oleh jin sehingga mereka tetap bekerja untuknya. Mereka tetap
mengabdi kepada Sulaiman. Seandainya mereka mengetahui hal yang ghaib nescaya
mereka tidak meneruskan pekerjaan mereka.
Pada suatu hari Sulaiman memasuki mihrabnya
untuk i'tikaf, ibadah, dan solat. Tak seorang pun berani mengganggu khalwatnya
di mihrabnya. Mihrab Sulaiman terletak di puncak gunung dan dindingnya terbuat
dari permata. Pada suatu hari Sulaiman duduk bersandar pada tongkatnya dan ia
tampak tenggelam dalam tafakur. Beliau berzikir kepada Allah s.w.t hingga rasa
kantuk menguasainya lalu setelah itu malaikat maut menemuinya di mihrabnya.
Sulaiman pun meninggal. Beliau bersandar kepada tongkatnya. Jin melihatnya dan
mengira bahawa beliau sedang solat sehingga mereka pun terus melanjutkan pekerjaannya.
Berlalulah hari-hari yang panjang. Kemudian
datanglah rayap, yaitu semut kecil yang memakan kayu. Haiwan itu pun mulai
memakan tongkat Sulaiman. Rayap-rayap itu tampak lapar. Sebahagian dari tongkat
Sulaiman dimakan beberapa hari oleh rayap-rayap itu. Ketika yang dimakannya
semakin bertambah, maka tongkat itu pun menjadi rosak dan jatuh dari tangan
Sulaiman. Tubuh mulia itu kehilangan keseimbangan dan terhempas di bumi.
Tatkala tubuh suci itu tersungkur, maka manusia segera menuju ke sana. Mereka
menyedari dan mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah meninggal dalam waktu yang
lama. Jin menyedari bahawa mereka tidak mengetahui hal yang ghaib dan manusia
pun mengetahui hakikat ini. Seandainya jin mengetahui hal yang ghaib, nescaya
ia tidak akan meneruskan seksa yang hina, mereka tidak akan bekerja.
Demikianlah Nabi Sulaiman meninggal dalam
keadaan duduk dan solat di mihrabnya. Lalu berita itu tersebar bagaikan api di
bumi. Manusia, burung, dan binatang buas menghantarkan jenazah Nabi Sulaiman.
Sekawanan burung tampak sedih dan menangis. Semua makhluk bersedih. Akhirnya,
tak seorang pun mengetahui bahasa burung di bumi. Meninggallah seseorang yang
memakami pembicaraan burung. Burung- burung itu berkata: "Betapa beratnva
kehidupan di tengah-tengah orang yang tidak mengetahui pembicaraan kita."
Kisah Nabi Sulaiman dengan Semut
Kisah
1
Kerajaan Nabi Sulaiman AS dikala itu sedang
mengalami musim kering yang begitupanjang. Lama sudah hujan tidak turun
membasahi bumi. Kekeringan melanda di mana-mana. Baginda Sulaiman AS mulai
didatangi oleh umatnya untuk meminta pertolongan dan memintanya memohon kepada
Allah s.w.t agar menurunkan hujan untuk membasahi kebun-kebun dan sungai-sungai
mereka. Baginda Sulaiman AS kemudian memerintahkan satu rombongan besar pengikutnya
yang terdiri dari bangsa jin dan manusia berkumpul di lapangan untuk berdoa
memohon kepada Allah s.w.t agar musim kering segera berakhir dan hujan segera
turun.
Sesampainya mereka di lapangan Baginda
Sulaiman AS melihat seekor semut kecil berada di atas sebuah batu. Semut itu
berbaring kepanasan dan kehausan. Baginda Sulaiman AS kemudian mendengar sang
semut mulai berdoa memohon kepada Allah s.w.t penunai segala hajat seluruh
makhluk-Nya. "Ya Allah pemilik segala khazanah, aku berhajat sepenuhnya
kepada-Mu, Aku berhajat akan air-Mu, tanpa air-Mu ya Allah aku akan kehausan
dan kami semua kekeringan. Ya Allah aku berhajat sepenuhnya pada-Mu akan air-
Mu, kabulkanlah permohonanku", doa sang semut kepada Allah s.w.t.
Mendengar doa si semut maka Baginda Sulaiman AS kemudian segera memerintahkan
rombongannya untuk kembali pulang ke kerajaan sambil berkata pada mereka,
"kita segera pulang, sebentar lagi Allah s.w.t akan menurunkan hujan-Nya
kepada kalian. Allah s.w.t telah mengabulkan permohonan seekor semut". Kemudian
Baginda Nabi Sulaiman dan rombongannya pulang kembali ke kerajaan.
Kisah
2
Suatu hari Baginda Sulaiman AS sedang
berjalan-jalan. Ia melihat seekor semut sedang berjalan sambil mengangkat
sebutir buah kurma. Baginda Sulaiman AS terus mengamatinya, kemudian beliau
memanggil si semut dan menanyainya, Hai semut kecil untuk apa kurma yang kau
bawa itu?. Si semut menjawab, Ini adalah kurma yang Allah s.w.t berikan kepada
ku sebagai makananku selama satu tahun. Baginda Sulaiman AS kemudian mengambil
sebuah botol lalu ia berkata kepada si semut, Wahai semut ke marilah engkau,
masuklah ke dalam botol ini aku telah membagi dua kurma ini dan akan aku
berikan separuhnya padamu sebagai makananmu selama satu tahun. Tahun depan aku
akan datang lagi untuk melihat keadaanmu. Si semut taat pada perintah Nabi
Sulaiman AS. Setahun telah berlalu. Baginda Sulaiman AS datang melihat keadaan
si semut. Ia melihat kurma yang diberikan kepada si semut itu tidak banyak
berkurang. Baginda Sulaiman AS bertanya kepada si semut, hai semut mengapa
engkau tidak menghabiskan kurmamu Wahai Nabiullah, aku selama ini hanya
menghisap airnya dan aku banyak berpuasa. Selama ini Allah s.w.t yang
memberikan kepadaku sebutir kurma setiap tahunnya, akan tetapi kali ini engkau
memberiku separuh buah kurma. Aku takut tahun depan engkau tidak memberiku
kurma lagi kerana engkau bukan Allah Pemberi Rezeki (Ar-Rozak), jawab si semut.
Tempat Ibadah Sulaiman
Tempat ibadah Sulaiman atau Haikal Sulaiman
terletak di Ursyilim (Yarusalem). Ia adalah sentral ibadah kaum Yahudi dan
simbol sejarah kaum Yahudi serta sebagai kebanggaan mereka. Raja Sulaiman telah
membangunnya dan mengeluarkan harta yang tidak sedikit untuk mendirikannya.
Bahkan ia memerlukan seratus delapan puluh ribu pekerja. Sulaiman telah mendatangkan
emas dari Thirsis dan kayu dari Lebanon dan batu mulia dari Yaman. Setelah
tujuh tahun dari pembangunan yang terus-menerus, Haikal Sulaiman menjadi
sempurna. Saat itu ia menjadi kekaguman dan simbol kejayaan di dunia.
Berulang kali ada usaha untuk menghancurkan
bangunan tersebut. Orang- orang yang tamak dan para penyerang bertujuan untuk
merampas harta benda yang bernilai yang terdapat dalam Haikal Sulaiman. Mereka
merosak sebahagian darinya lalu salah seorang raja berusaha memperbaikinya
kerana saking cintanya kepada orang-orang Yahudi. Pada kali ini pembangunan
tempat beribadah itu membutuhkan waktu empat puluh enam tahun sehingga ia pun
menjadi suatu bangunan yang besar yang menakjubkan yang dikelilingi oleh tiga
pagar besar. Ia terdiri dari dua halaman besar: yaitu halaman luar dan halaman
dalam. Halaman dalam dibangun di atas tiang-tiang ganda yang terbuat dari
marmar. Sedangkan halaman luar dari tempat ibadah itu meliputi gerbang-gerbang
besar yang ditutup oleh emas dan sepuluh pintu gerbang dilapisi dengan tembaga
Kurnusus. Para raja terus memberikan hadiah untuk pembangunan dan penyempurnaan
tempat ibadah itu sampai akhir zamannya, sehingga tempat peribadatan itu memuat
perbendaharaan harta yang tidak ternilai.
Tujuan utama dari pembangunan Haikal
Sulaiman adalah untuk menyembah kepada Allah s.w.t di dalamnya. Tempat ibadah
itu merupakan masjid bagi orang-orang yang bertauhid dan orang-orang mukmin.
Tentu keindahan dan kebesarannya tidak dimaksudkan memalingkan manusia dari
menyembah selain Allah s.w.t. Dan barangkali kebesaran bangunan itu merupakan
simbol kekuatan negara dan kekuatan akidahnya. Namun sesuai dengan perjalanan
waktu, mulailah terjadi perubahan dan penyimpangan. Seharusnya ibadah hanya
ditujukan kepada Allah s.w.t, tiba-tiba kaum berpaling dan malah mengagumi
kulit dan meninggalkan hakikat.
Akhirnya, nasib tempat ibadah itu sama
dengan nasib yang dialami tempat-tempat ibadah lainnya. Haikal Sulaiman adalah
simbol tauhid dan penyembahan kepada Allah s.w.t yang tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian
berlalulah tahun demi tahun sehingga berubahlah haikal itu menjadi lempengan
emas yang mengkilat yang menyembunyikan di bawahnya kepentingan agama Yahudi.
"Orang-orang Yahudi menodai kesucian
tempat ibadah itu dan mereka melecehkan keindahannya di mana mereka
menjadikannya sebagai pasar, tempat jual-beli. Kemudian tempat itu disesaki
oleh para penjual sapi, kambing, dan merpati hingga tempat itu menjadi kotor
dan berubah menjadi kandang binatang. Di tempat itu terjadi kegaduhan dan
kebisingan di mana orang-orang melakukan transaksi jual-beli dan menukar wang
di situ." (Injil Matta)
Ketika tempat ibadah itu kehilangan
hakikatnya dan menjadi pasar tempat berdagang, Allah s.w.t mengutus orang-orang
yang menghancurkan tempat itu. Allah s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani
Israil dalam kitab itu: 'Sesungguhnya kamu akan membuat kerosakan di muka bumi
ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang
besar. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua
(kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai
kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah
ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk
mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan
anak-anak dan Kami jadikan kamu sekelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat
baik (bererti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat
jahat, maka (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk
menyuramkan muka- muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana
musuh- musuhmu memasukinya pada kali pertama dan membinasakan sehabis-habisnya
apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat-Nya
kepadamu; dan kiranya kamu kembali kepada (kederhakaan), nescaya Kami kembali
(mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang- orang yang
tidak beriman." (QS. al-Isra': 4-8)
Ayat-ayat tersebut menunjukkan tentang
hukum azali yang tidak pernah berubah pada kehidupan bangsa dan umat di mana
umat itu akan tampak kuat selama mereka berpegangan dengan tali Allah s.w.t dan
ketika mereka meninggalkan hakikat kekuatan. iaitu kekuatan yang bersandar
kepada Allah s.w.t dan mereka memilih menyembah selain-Nya dan menjadikan dunia
sebagai tujuan hidup mereka, maka ketika ini terjadi, Allah s.w.t akan mengutus
kepada mereka orang-orang yang menghancurkan mereka.
Para mufasir menyebutkan bagaimana
terjadinya peristiwa penghancuran Haikal Sulaiman dan penghancuran Baitul
Maqdis. Mereka mengatakan: "Allah s.w.t mewahyukan kepada salah seorang
nabi dari kalangan Bani Israil yang bernama Armiya ketika muncul berbagai
kemaksiatan di tengah-tengah mereka, hendaklah engkau menyampaikan kepada
kaummu dan beritahukan kepada mereka bahawa mereka memiliki hati tetapi mereka
tidak mengerti; mereka memiliki mata tetapi mereka tidak melihat; dan mereka
memiliki telinga tetapi mereka tidak mendengar.
Kemudian nabi itu menerima wahyu dan ia
diperintahkan untuk bertanya kepada Bani Israil, apakah salah seorang mereka
merasa gembira ketika bermaksiat kepada Allah s.w.t, dan apakah seseorang
merasa sedih dan gelisah ketika taat kepada Allah s.w.t. Haiwan biasanya ingat
kepada tempat asalnya dan kembali kepadanya,
sedangkan kaum itu justru meninggalkan asal-muasal mereka yang hakiki, yaitu hakikat
tauhid. Jadi, sebenarnya mereka lebih jahat dari binatang."
Demikianlah kalimat-kalimat Ilahi
disampaikan di tengah-tengah para pendeta dan para penguasa, namun para pendeta
justru membuat tuhan lain selain Allah s.w.t dan mereka menggiring manusia
untuk menyembah sesama manusia. Adapun para penguasa, mereka membangkang pada
nikmat Allah s.w.t dan merasa tenang dengan azab Allah s.w.t yang dahsyat.
Mereka tertipu dengan dunia. Mereka mencampakkan Kitab Allah s.w.t dan
melupakan janji-Nya. Mereka mengubah-ubah Kitab Allah s.w.t (Taurat). Mereka
menciptakan kebohongan kepada para rasul-Nya dan membunuh mereka tanpa alasan
yang benar.
Sedangkan para fuqaha dan orang-orang
cerdik, mereka mempelajari sesuatu sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka
mengambil sebahagian Kitab dan meninggalkan sebahagiannya. Mereka mendukung
para penguasa yang lalim yang membuat penyelewengan dalam agama. Mereka justru
mentaati penguasa itu meskipun benar-benar bermaksiat kepada Allah s.w.t.
Mereka membatalkan perjanjian dengan Allah s.w.t.
Sementara itu, anak-anak nabi, maka mereka
menjadi orang-orang yang kalah. mereka berharap agar Allah s.w.t menolong
mereka seperti ayah- ayah mereka ditolong. Mereka tidak ingat bagaimana sikap
wara' ayah- ayah mereka dan bagaimana mereka mencurahkan usaha mereka, bahkan
darah mereka tertumpah tetapi mereka sabar dan mereka tetap percaya kepada
janji Allah s.w.t, sehingga Dia memuliakan agamanya dan memenangkan mereka.
Demikianlah Armiya terus menyiarkan berita
tentang kebenaran dan mengingatkan kaumnya dan memberi mereka kesempatan
terakhir untuk bangkit dan kembali pada agama tauhid. Kalau tidak, Allah s.w.t
akan mengutus kepada mereka seorang penguasa yang bengis di mana pasukannya
bagaikan sekawanan awan yang akan menghancurkan bangunan-bangunan yang mereka
bangun dan akan meninggalkan desa yang mereka huni dalam keadaan yang
mengerikan. Ibnu Katsir berkata dengan menukil apa yang dinyatakan oleh Ibnu
Asakir:
"Duhai Ilya dan penghuninya, bagaimana
mereka dihinakan dengan pembunuhan dan mereka menjadi tawanan-tawanan yang
hina, tempat- tempat istana mereka yang mengagumkan menjadi tempat-tempat
tinggalnya haiwan-haiwan buas. Aku akan menghancurkan mereka dengan berbagai
azab. Jika langit menurunkan hujan di atas bumi, maka bumi tidak akan tumbuh.
Bila tumbuh suatu tumbuhan di bumi, maka itu adalah sebagai rahmat-Ku terhadap
binatang-binatang. Jika mereka menanam sesuatu, maka tanaman mereka akan
dikuasai oleh hama dan jika ada tumbuhan yang selamat darinya, maka Aku akan
cabut darinya keberkahan, dan jika mereka berdoa Aku tidak akan mengabulkan dan
jika mereka meminta, maka Aku tidak akan memberi dan jika mereka menangis, maka
aku tidak akan menyayangi, dan jika mereka berusaha bersikap rendah diri, maka
Aku akan memalingkan wajah-Ku dari mereka."
Ilya menyampaikan kepada kaumnya tentang
azab Allah s.w.t yang akan meliputi segala sesuatu, namun orang-orang Yahudi
menyambut dakwahnya dengan kebohongan dan kemaksiatan dan mereka menuduhnya
dengan kebohongan.
Mereka berkata kepadanya, "Bagaimana
engkau berbohong dan mengaku bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan bumi-Nya dan
masjid-masjid- Nya lalu siapa yang akan menyembah-Nya jika tidak ada seorang
pun di muka bumi yang menyembah-Nya, juga tidak ada masjid dan tidak ada Kitab.
Sungguh engkau telah gila wahai Ilya." Akhirnya pertentangan antara Ilya
dan kaumnya berakhir pada pemenjaraannya. Pada saat yang sama, datanglah
pasukan Bakhtansir menuju mereka. Orang-orang Yahudi terkejut ketika mendengar
suara derap kaki kuda dan suara panah-panah yang melayang dan bau kebakaran.
Pasukan itu memasuki desa-desa dan kota-kota. Mereka mengelilingi segenap
penjuru kota dan desa. Pemimpin pasukan itu menyerbu orang-orang Yahudi dan menghancurkan
mereka: sepertiga dibunuh, sepertiga ditawan, sementara wanita-wanita tua dan
lelaki-lelaki tua dibiarkan hidup.
Baitul Maqdis dihancurkan dan tempat ibadah
itu pun hancur. Orang- orang laki-laki dibunuh dan benteng-benteng kukuh pun
dibakar, bahkan ulama-ulamanya dan fuqaha-fuqahanya dibunuh dan tak seorang pun
hidup di antara mereka. Rumah-rumah orang-orang Yahudi tidak lagi dihuni
kecuali oleh burung hantu dan binatang buas. Lalu sebahagian orang-orang Yahudi
dari Bani Israil meninggalkan tempat itu dan tempat itu pun menjadi tempat yang
tandus untuk waktu yang lama sehingga Allah s.w.t mengizinkan kepada sebahagian
cucu dari kaum itu untuk kembali dan mereka pun kembali.
Selama terjadi peristiwa yang berdarah
tersebut, Uzair tidur dan dialah satu-satunya yang menjaga Taurat.
Kisah Nabi NUH AS
Nabi Nuh a.s adalah nabi keempat sesudah
Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah
Lamik bin Metusyalih bin Idris.
Berlalulah beberapa tahun dari kematian
Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan
batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai
dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan
yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali
ini terulang secara berbeza.
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup
lima orang saleh dari datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa
zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq
dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari
mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka.
Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu
datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu-
cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu
akal manusia di mana disebutkan bahawa patung-patung itu memiliki kekuatan
khusus.
Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan,
dan ia membisikkan kepada manusia bahawa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan
yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia
menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang terpecaya
berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan terhadap berhala
dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum umum yang tidak pernah berubah
ketika manusia mulai cenderung kepada syirik. Dalam situasi seperti itu,
kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia akan kalah, serta akan
meningkatnya kelaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan manusia
semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian ini pasti terjadi
ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu berhala dari
batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem,
mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang
menjamin persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah
SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang
bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada seorang yang mengklaim,
atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang ketuhanan maka manusia akan
binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka sepenuhnya.
Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan
hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat menghilangkan kebebasan, namun pengaruh
buruknya dapat merembet ke akal manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah
SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan akalnya sebagai
permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang paling penting
adalah kesadaran bahawa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan selain-Nya
adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama yang harus ada
sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika akal manusia kehilangan potensinya
dan berpaling ke selain Allah SWT maka manusia akan tertimpa kesalahan.
Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara materi kerana ia berhasil melalui
jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun
kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan
menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, kerana ia pada
akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah
selain Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran
manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran mereka,
serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)
Demikianlah, bahawa kufur kepada Allah SWT
atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal
serta meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia.
Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya
kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh
oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih
hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada
di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya.
Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan
bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahawa
kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan.
Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun kebesaran
terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal untuk
mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih
dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah
SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam
atom. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya
pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di
antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada
juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling
dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah
kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.
Terdapat sebab lain berkenaan dengan
kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan
pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya,
serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh kerana itu,
Allah SWT berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah)
yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur
dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan
memulai dakwahnya:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS.
al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi
Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan.
Di sana hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat
kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di
dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahawa
mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan
pengertian kepada mereka, bahawa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba
waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahawa
Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi
mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya
dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan jiwa mereka.
Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada seorang yang tertidur
dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun. Barangkali ia akan takut dan ia
marah meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.
Akar-akar kejahatan yang ada di bumi
mendengar dan merasakan ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta
ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya
terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir,
dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah
Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya,
orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh
dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai
melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka menuduh bahawa
Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka:
"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin
yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang
manusia (biasa) seperti kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan:
"Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah para pembesar dari kaumnya.
Mereka dikatakan al- Mala' kerana mereka seringkali berkata. Misalnya mereka
berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa."
Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahawa ia memang manusia biasa. Allah SWT
mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi kerana bumi dihuni oleh manusia.
Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat nescaya Allah SWT mengutus seorang
rasul dari malaikat.
Berlanjutlah peperangan antara orang-orang
kafir dan Nabi Nuh. Mula- mula, rezim penguasa menganggap bahawa dakwah Nabi
Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahawa dakwahnya
menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja- pekerja
sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya
melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang mengikutimu
selain orang-orang fakir dan orang- orang lemah serta orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan
yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku
khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di
antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki
sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahawa kamu adalah
orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah telah berkecamuk pertarungan
antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari kaumnya. Orang-orang yang kafir itu
menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan
wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang
yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan
orang-orang yang fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan orang-orang
kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan kami bersama mereka
dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang dikatakan
oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahawa mereka menentang.
Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya
bahawa ia tidak dapat mengusir orang-orang mukmin, kerana mereka bukanlah
tamu-tamunya namun mereka adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak
dalam rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan
terusir darinya orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam
rumah Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di
dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana
pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku
rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami
paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia
berkata): 'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah)
bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu
dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.'
Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat menolongku dari (azab)
Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan
aku tidak mengatakan kepada kamu (bahawa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki
dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui hal yang ghaib, dan tidak
pula aku mengatakan: 'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku
mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu:
'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih
mengetahui apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh mematahkan semua argumentasi
orang-orang kafir dengan logik para nabi yang mulia. Yaitu, logik pemikiran
yang sunyi dari kesombongan peribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi
Nuh berkata kepada mereka bahawa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian,
dan rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT
kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang
disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain Allah)
tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada mereka bahawa
ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta harta
dari mereka sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan
pahala (imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi
Nuh menerangkan kepada mereka bahawa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang
beriman kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan
keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir
orang-orang yang beriman kerana dua alasan. bahawa mereka akan bertemu dengan
Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir
orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir mereka,
maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT. Ini berakibat pada
pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa
pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa
Allah SWT seandainya ia mengusir mereka?
Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan bahawa
permintaan kaumnya agar ia mengusir orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh
dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahawa ia tidak dapat melakukan
sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya
dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang
merupakan bahagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu ghaib, kerana
ilmu ghaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada
mereka bahawa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti kedudukan
para malaikat. Sebahagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahawa para
malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi Nuh berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang sebelah mata, dan kalian
hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala
mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian
terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri
mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku
sendiri seandainya aku mengatakan bahawa Allah tidak memberikan kebaikan kepada
mereka."
Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan
debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka
terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai Nuh,
sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang
bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh menjawab:
'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki,
dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah
hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh menambahkan bahawa mereka tersesat
dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu,
namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan
mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Kerana Engkau telah menghukum saya
tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara zahir tampak bahawa makna ungkapan
itu berarti Allahlah yang menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahawa
Allah SWT telah memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawapannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al- Qadhariyah,
al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahawa keinginan manusia cukup
sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun
kemaksiatan. kerana bagi mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya. Dalam
hal itu, ia tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara
mutlak. Kami berpendapat bahawa manusia memang menciptakan perbuatannya namun
ia membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya.
Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap
makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik pengarahann itu menuju kebaikan
atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan
kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis
memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengarahkan jalan kesesatan itu padanya,
sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan yang sama maka
Allah pun mengarahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan
antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin melebar, sehingga ketika
argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan
sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani
mengejek Nabi Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata:
'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS.
al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan
sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada
padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam.
Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu,
dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf:
61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di
tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun.
Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi
Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan
terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia
menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, mereka
lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT mengampuni
mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka
menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa yang
dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu
hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali
aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari
mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya
aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru
mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan
kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan
harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula
di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawapan kaumnya?
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang
harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.
Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata:
'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq,
dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan
janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'"
(QS. Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di
tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima
puluh tahun. " (QS. Ankabut: 14)
Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak
bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih
namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan
berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan,
kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya namun ia
tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950 tahun. Tampak
bahawa usia manusia sebelum datangnya taufan cukup panjang. Dan barangkali usia
panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan
kepada Nabi Nuh bahawa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan
bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas
tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir
dihancurkan. la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan
seorang pun di antara orang- orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS.
Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya jika Engkau biarkan
mereka tinggal, nescaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka
tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS.
Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahawasannya
sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah
beriman saja, kerana itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu
mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu
Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim
itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya
atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin taufan. Allah SWT memberitahu
Nuh, bahawa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu
kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan
pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada
Nuh:
"Dan janganlah kamu bicarakan dengan
Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang
lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah
SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau menengahi urusan
mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu
beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai merakitnya.
Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.
Para mufasir berbeza pendapat tentang
besarnya perahu itu, bentuknya, masa pembuatannya, tempat pembuatannya dan
lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah
bahawa pembahasan ini tidak menarik bagiku kerana ia merupakan hal-hal yang
tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan
manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi yang
menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui hakikat perahu
ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada kita tentang hal itu.
Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat, berapa panjangnya atau
lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui selain tempat yang ditujunya
setelah ia berlabuh.
Allah SWT tidak memberikan keterangan
secara detail berkenaan dengan hal tersebut yang tidak memberikan kepentingan
pada kandungan cerita dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun
perahu, lalu orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius
membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak
terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar wahai
Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang memungkinkan
bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang kafir semakin
tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.
Puncak pertentangan dalam kisah Nabi Nuh
tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan
kebenaran. Mereka menganggap bahawa dunia adalah milik mereka dan bahawa mereka
akan selalu mendapatkan keamanan dan bahawa siksa tidak akan terjadi. Namun
anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin taufan menjungkirbalikkan
semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik orang-orang
kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT berfirman:
"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu.
Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya.
Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan
mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui
siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab
yang kekal." (QS. Hud: 38- 39)
Selesailah pembuatan perahu dan duduk
menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa jika
ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin taufan. Di
sebutkan bahawa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti)
yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu
merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur
itu mulai menunjukkan tanda- tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi Nuh
segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya.
Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang
berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi
Nuh telah membuat kandang binatang buas.
Jibril menggiring setiap dua binatang yang
berpasangan agar setiap spesies binatang tidak punah dari muka bumi. Ini
berarti bahawa angin taufan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak
demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang
mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah
orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:
"Hingga apabila perintah Kami datang
dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera
itu dari masing- masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu
kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula)
orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit.
" (QS. Hud: 40)
Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya
sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan
kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak
ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka tidak
turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya.
Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang
beriman kepadanya."
Air mulai meninggi yang keluar dari
celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air darinya.
Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum pernah turun
hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu
sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu
bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi
untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah
SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit
dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata
air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah
ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan
paku. (QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia
melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi
diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang taufan, Nabi Nuh
memanggil-manggil puteranya. puteranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh
memanggilnya dan berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal)
bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
(QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke
gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak ada yang melindungi hari ini
dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya." (QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan
anaknya.
"Dan gelombang menjadi penghalang
antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim:
Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri
dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak
menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu
itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT
berkehendak - sebagai rahmat dari-Nya - untuk menenggelamkan si anak jauh dari
penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak Nabi
Nuh mengira bahawa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun
terkejar dan tenggelam. Angin taufan terus berlanjut dan terus membawa perahu
Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi yang
telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebahagian kayu yang darinya Nabi
Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga
berbagai binatang yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita
untuk membayangkan kedahsyatan taufan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan
Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana gunung.
Sebahagian ilmuwan meyakini bahawa terpisahnya beberapa benua dan terbentuknya
bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari taufan yang dahulu.
taufan yang dialami oleh Nabi Nuh terus
berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak dapat mengetahui batasnya.
Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar
bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di
al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan bahawa ia
adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi
kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. taufan telah menyucikan bumi dan
membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah
airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah
pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan:
'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang
dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang
kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan bahawa Allah SWT me-mandulkan
rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun sebelum datangnya taufan, kerana
itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya: Dan bahtera itu pun berlabuh di
atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahawa hari itu
bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi
Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.
Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang
lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. taufan menyucikan bumi dari mereka dan
membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang mengerikan dengan lenyapnya taufan.
Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya
yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahawa anaknya menjadi
kafir. Ia menganggap bahawa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih untuk
menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak telah
mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak
mengetahui seberapa jauh bahagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu
bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya
sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya
janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil- adilnya.
" (QS. Hud: 45)
Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahawa
anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk
menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan
kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah
termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya
perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu
yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa- damu supaya
kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud:
46)
Al-Qurthubi berkata - menukil dari
guru-gurunya dari kalangan ulama - ini adalah pendapat yang kami dukung:
"Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia
seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya
anakku termasuk keluargaku," kecuali kerana ia memang menampakkan hal yang
demikian kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir
kemudian ia meminta agar sebahagian mereka diselamatkan."
Anaknya menyembunyikan kekufuran dan
menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu ghaib yang
khusus dimiliki- Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari
anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi
orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan
bahawa anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di sana terdapat pelajaran penting yang
terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh
bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahawa
anaknya bukan termasuk keluarganya kerana ia tidak beriman kepada Allah SWT.
Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi
adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan
bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika demikian
seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus di
teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak
benar jika hubungan sesama mereka dibangun berdasarkan darah, iras, warna
kulit, atau tempat tinggal.
Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan
bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya
untuk turun dari perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT
dan penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu
yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, nescaya aku akan
termasuk orang-orang yang rugi. " (QS. Hud: 47)
Difirmankan: "'Hai Nuh, turunlah
dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang
beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia
melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke
bumi. Setelah itu, orang-orang mukmin juga turun. Nabi Nuh meletakkan dahinya
ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah kerana pengaruh taufan.
Nabi Nuh bangkit setelah solatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat
ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan api dan
duduk-duduk di sekelilingnya. Menyalakan api sebelumnya di larang di dalam
perahu kerana dikhuatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak
seorang pun di antara mereka yang memakan makanan yang hangat selama masa
taufan.
Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur
kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi menceritakan kisah Nabi Nuh setelah
taufan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh
bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahawa Nabi
Nuh mewasiatkan kepada putera-puteranya saat ia meninggal agar mereka hanya
menyembah Allah SWT.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh a.s.
Bahawasanya hubungan antara manusia yang
terjalin kerana ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian
adalah lebih erat dan lebih berkesan drp hubungan yang terjalin kerana ikatan
darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh,
oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya kerana ia menganut
kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh
ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.
Maka dalam pengertian inilah dapat difahami
firman Allah dalam Al- Quran yang bermaksud: "Sesungguhnya para mukmin itu
adalah bersaudara."
Demikian pula hadis Rasulullah s.a.w yang
bermaksud:"Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika ia menyintai
saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri." Juga
peribahasa yang berbunyi:"Adakalanya engkau memperolehi seorang saudara
yang tidak dilahirkan oleh ibumu."